Rabu, 21 Januari 2015

Kearifan Lokal adalah solusinya



LOCAL WISDOM DI INDONESIA

I. PENGERTIAN LOCAL WISDOM
Kearifan Lokal atau sering disebut Local Wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002). Sedangkan menurut Gobyah, 2009 kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.
Dari kedua definisi tersebut maka local wisdom dapat diartikan sebagai nilai yang dianggap baik dan benar yang berlangsung secara turun-temurun dan dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan lingkungannya.

II. BENTUK-BENTUK LOCAL WISDOM
            Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Secara substansi kearifan lokal dapat berupa aturan mengenai:
1.      Kelembagaan dan sanksi sosial;
2.      Ketentuan tentang pemanfaatan ruang dan perkiraan musim untuk bercocok tanam;
3.      Pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan sensitif;
4.      Bentuk adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap iklim, bencana atau ancaman lainnya.

III. FUNGSI LOCAL WISDOM
Berikut adalah beberapa fungsi dari local wisdom:
1.      Untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam;
2.      Untuk pengembangan suber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup.
3.      Untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya uapacra-upacara suatu adat tertentu.
4.      Sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.

IV. LOCAL WISDOM DI INDONESIA
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau baik berpenghuni ataupun tidak berpunghuni, dilintasi garis khatulistiwa, berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Wilayah yang cukup luas dengan keberagaman kekayaan alam membuat Indonesia memilii beragam suku bangsa, beragam kepercayaan, beragam adat istiadat, dan beragam kebuadayan yang semuanya bergabung menjadi satu, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Kebudayaan yang beraneka ragam itu mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, menjadi pedoman bagi mereka. Tiap daerah mempunyai kebudayaannya masing-masing, mempunyai kebijakan dan kearifan yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa kearifan yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia:
A.  Tradisi Unik Ikan Dewa di Cigugur Jawa Barat
Menurut sumber lisan masyarakat, keberadaan ikan dewa tidak terlepas dari Rama Haji Irengan. Salah satu ulama yang menyebarkan Islam di Kabupaten Kuningan sekitar abad ke 15. Ia adalah seorang catrik (santri) yang belajar agama Islam pada Sunan Gunung Djati di Cirebon. Rama Haji Irengan menyebarkan agama Islam di wilayah Kuningan sebelah selatan yang masih memeluk agama Hindu-Budha. Saat penyebaran itu, Rama Haji Irengan membuat balong (kolam) sebagai tanda masyarakatnya sudah Islam. Membuat kolam itu dilakukannya dalam satu malam dan langsung ditanami ikan. Ikan itu lah yang sampai sekarang disebut ikan dewa dan tidak boleh dimakan oleh siapa pun.
Jumlah ikan tersebut dari tahun ke tahun tidak bertambah ataupun berkurangMenurut kepercayaan warga setempat, apabila makan ikan dewa maka ia akan mati secara tragis. Nilai kearifan lokal yang terdapat dari ikan dewa adalah sebagai berikut:
a.      Dapat menyelamatkan populasi dari ikan dewa tersebut agar tidak punah, karena mayarakat mau melestarikan ikan dewa dan tidak mengonsumsinya.
b.      Banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke Cigugur sekedar ingin mengetahui ikan dewa, sehingga dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar.
B.  Ritual Cembengan (Upacara Kirab Manten Tebu)
Merupakan tradisi masyarakat Tionghoa, yaitu Cing Bing. Cing Bing adalah tradisi ziarah yang dilakukan oleh orang – orang Tionghoa yang bekerja di sebuah pabrik gula. Masyarakat lokal menyebut tradisi ini Cing Bing-an, yang kemudian populer dengan sebutan Cembengan, karena kata Cing Bing-an sulit dilafalkan.
Upacara ini merupakan pernikahan tebu laki – laki dan perempuan. Pengantin tebu ini sebelum dinikahkan diarak keliling sekitar pabrik gula. Tebu yang dinikahkan juga diberi nama sebagai simbol sesuai jenis kelaminnya.Tebu yang berwarna hitam sebagai simbol laki – laki, sedangkan tebu yang berwarna kuning sebagai simbol perempuan.
Pemberian nama tebu dan menikahkan tebu tersebut mengandung makna akan terbentuk keluarga yang damai sejahtera. Makna lebih jauhnya adalah bentuk kerjasama yang baik antara perusahaan dan petani tebu.
Pada arak – arakan ini disertakan pula berbagai macam sesaji. Misalnya kepala kerbau, gagar mayang (bunga pohon tebu), kembang telon (tiga jenis bunga), joli (terbuat dari bambu kertas hias), berbagai jenis bubur, tumpeng, dan hasil bumi. Sesaji ini merupakan simbol kekuatan untuk menolak bencana atau bala. Selesai diarak, dilakukan pembacaan doa, kemudian aneka sesaji diletakkan disejumlah tempat didalam pabrik terutama di deretan mesin giling.
C.  Suku Dayak Losarang Indramayu Jawa Barat
Suku Dayak Losarang Indramayu disebut juga Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu dan tidak ada kaitannya dengan Suku Dayak di Kalimantan. Terbentuknya Suku Dayak adalah dari ketua Suku: Ki Takmad Diningrat yang merupakan jawara silat yang dalam perjalanan silatnya terinspirasi untuk mengajak kepada kebajikan
Suku Dayak Losarang Indramayu memiliki ciri-ciri memakai celana hitam putih  sebatas betis, berambut Gondrong, memakai kalung berbentuk garuda yang memiliki arti bahwa mereka mengakui negara Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika, mata pencaharian berkebun sebagai upaya “back to nature” dan tidak memakan daging, telur dan yang dari hewan, alasan : karena hewan juga butuh hidup.
Ajaran-ajaran yang terdapat di Suku Dayak Losarang antara lain :
a.      “ngaji rasa terhadap alam semesta” artinya menyatukan diri dengan alam.
b.      Menempatkan kaum perempuan pada posisi terhormat yaitu “Nyi Dewi Ratu” sebagai maha pemberi hidup.
c.       Perempuan memiliki derajat yang lebih tinggi dari laki2 sehingga membohongi istri adalah dosa besar.
d.      Setiap suami harus mengabdi kepad istri dan anak.




Terdapat ritual yang masih dilakukan oeh Suku Dayak Losarang, yaitu:
a.      Ritual Kungkum
Suku Dayak Losarang berkumpul di Pendapa lalu menyanyikan tembang pujian yang langgamnya  mirip nada2 tarling sebagai pemujaan terhadap Nyi Dewi Sri.Lalu saling berebut air di kolam di dalam pendapa dan berharap kesejahteraan hidup.
b.      Ritual Pepe
Pada waktu tertentu para laki-laki tanpa  sungkan menelantangkan tubuh mereka di tempat terbuka  berlantai semen. Mereka meyakini tidak setiap orang siap melakoninya. Hal itu adalah salah satu yang harus dijalani  mereka dalamupaya  melakukan “ngaji rasa  terhadap alam semesta” atau menyatu dengan  alam .
c.       Ritual Persembahan
Setelah ritual persembahan, maka kungkum di rawa semalaman untuk belajar ketahanan tubuh dan kesabaran.
Nilai kearifan lokal yang dapat diambil dari ajaran Suku Dayak Losarang Indramayu adalah sebagai berikut:
a.      Mencintai lingkungan karena upaya dalam berkebun dan “back to nature” serta berinteraksi dengan alam dengan berbagai ritual yang mereka lakukan.
b.      Menghargai perbedaan dengan mengakui Bhineka Tunggal Ika dan bersosialisasi baik dengan masyarakat lain.
c.       Kebersamaan komunitas yang dapat menjadi erat karena seringnya melakukan ritual bersama.
d.      Menghargai perempuan sebagai kaum yang diistemewakan untuk disayangi.
D.  Kampung Kuta Ciamis Jawa Berat
Kampung Kuta berada di wilayah Kabupaten Ciamis, Kecamatan Tambaksari, tepatnya di dalam Desa Karangpaningal. Kampung Kuta terdiri atas 2 RW dan 4 RT. Kampung Kuta adalah dusun adat yang masih bertahan di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Kampung adat ini dihuni masyarakat yang dilandasi kearifan lokal, dengan memegang budaya pamali (tabu), untuk menjaga keseimbangan alam dan terpeliharanya tatanan hidup bermasyarakat. Salah satu yang menonjol adalah dalam hal pelestarian hutan, sekaligus mempertahankan kelestarian mata air dan pohon aren untuk sumber kehidupan mereka.
Karena penghormatan yang tinggi terhadap hutan, warga Kampung Kuta yang hendak masuk ke kawasan hutan tidak pernah mengenakan alas kaki. Tujuannya agar hutan tersebut tidak tercemar dan tetap lestari. Oleh karena itu, kayu-kayu besar masih terlihat kokoh di Leuweung Gede. Selain itu, sumber air masih terjaga dengan baik.
Masyarakat kampung kuta masih memegang teguh melestarikan budaya adat leluhurnya (karuhun), amanat leluhur yang masih dipertahankan antara lain :
1.      Rumah panggung yang harus beratap rumbia    atau injuk dan tidak boleh permanent;
2.       Bentuk rumah persegi dan tidak boleh berbentuk sikon;
3.      Penduduk yang meninggal harus dimakamkan di luar Kmpung Kuta;
4.      Boleh ketempat keramat selama hari senin dan jumat saja, di dalam tempat keramat tidak boleh membawa barang-barang yang terdapat di hutan keramat seperti ranting, daun, batang, pohon dan sebagainya;
5.      Dihutan larangan tidak boleh meludah saat nyipuh, yaitu saat membasuh dari air suci;
6.      Tidak boleh menggunkan pakaian serba hitam, karena bisa menyamai penghuni hutan.
Di Kampung Kuta Ciamis Jawa Berat terdapat upacara adat yang disebut nguyuh. Upacara ini harus dilakukan di pinggir Sungai Cijolang yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap, Jateng dan merupakan suatu upacara ritual tradisional Adat Kampung Kuta Kec. Tambaksari Kabupaten Ciamis yang selalu dilaksanakan pada tanggal 25 shapar pada setiap tahunnya.
E.  Tradisi Bau Nyale
Nyale atau disebut Bau Nyale di Lombok NTB, merupakan upacara perburuan cacing laut untuk menyambut Pasola. Acara ini diselenggrakan sekitar bulan Februari dan Maret. Nyale merupakan cacing Polychaeta yang biasanya hidup di dasar sedimen. Dan jenis ini memiliki ciri akan berenang ke permukaan air laut atau muara sekali setahun untuk berkembang biak. Polychaeta memilki peran penting dalam ekosistem laut karena mereka merupakan predator dan scavenger, sekaligus merupakan makanan bagi ikan dan udang.
Polychaeta adalah kelas cacing annelida yang umumnya hidup di air. Polychaeta ada di hampir semua perairan. Kemunculannya ke permukaan air laut setahun sekali ditentukan oleh kematangan seksualnya, yang tentunya berbeda pada tiap daerah perairan. Saat berkembang biaknya terjadi, biasanya, pada masa menjelang bulan mati, dan dipengaruhi intensitas cahaya bulan dan suhu air laut. Polychaeta memiliki kelamin terpisah. Perkembangbiakannya dilakukan dengan cara seksual. Pembuahannya dilakukan di luar tubuh. Telur yang telah dibuahi tumbuh menjadi larva yang disebut trakofora.
Nilai kearifan lokal dari tradisi bau nyale adalah adanya aturan untuk membatasi pengambilan nyale tersebut. Selain itu nyale yang masih kecil tidak boleh diambil dan biasanya nyale yang belum dewasa berada di dasar laut dan tidak muncul ke permkaan. Nyale dimafaatkan untuk makanan bagi penduduk setempat. Biasanya di masak dengan santan. Atau di goreng seperti teri.


F.  Tradisi Penduduk Desa Trunyan, Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali
Masyarakat Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, kabupaten Bangli, Bali memiliki tradisi upacara kematian yang tidak sama dengan masyarakat Bali umumnya yang membakar jenazah atau ngaben, di desa ini jenazah diperlakukan dengan Mepasah, yaitu sebuah tradisi yang memperlakukan mayat hanya dibaringkan dengan wajah terbuka dan dibalut kain putih ditutupi dengan ancak saji, sejenis anyaman bambu membentuk semacam kerucut untuk memagari jenazah, dibawah sebuah pohon yang bernama pohon Taru Menyan. Anehnya, mayat itu tak akan mengeluarkan bau busuk walaupun sudah disana selama berbulan-bulan.
Local wisdom penduduk desa Trunyan, secara tidak langsung dapat menjaga keseimbangan lingkungan.Karena mereka menjaga keaslian tempat  yang diyakini “mistis” tersebut dengan tidak memperbolehkan penebangan pohon Taru Menyan. Dengan demikian, peran Kearifan Lokal Masyarakat yang berbudiluhur dalam sosial bermasyarakat sangat penting, dimana kehidupan sosial masyarakat itu sendiri mampu menciptakan adat dan budaya melalui daya-cipta-rasa dan karsa yang diwariskan secara turun-temurun untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungannya dengan berpedoman pada nilai-nilai moral dalam pikiran dan tingkahlakunya dengan baik dan dapat menempatkan dirinya di dalam lingkungannya dengan belandaskan pada norma-norma yang berlaku sehingga mempunyai manfaat bagi kesejahteraan alam dan lingkungannya.
Itulah beberapa lokal wisdom yang terdapat di Indonesia. Melalui lokal wisdom kita dapat mencegah kerusakan-kerusakan alam dan berbagai akibat  yang menyertainya. Pelestarian dan pemanfaatan alam yang baik dan tepat guna mampu menjaga keseimbangannya. Ambil apa yang hanya kita butuhkan dan perlukan tanpa berlebihan, lalu berikan apa yang menjadi haknya, adalah pelestarian. “Hargailah alam seperti kita menghargai diri kita, niscaya keseimbangan akan terjaga.”

Senin, 19 Januari 2015

Mental Masyarakat Indonesia



Studi bukanlah Ilmu, Studi mengambil Pemahaman, Pengkajian, dari berbagai konsep-konsep ilmu lain. Studi Masyarakat Indonesia lebih condong ke Masyarakat dalam hal permasalahan mentalited.
Mental Masyarakat Indonesia
Menurut koentjaraningrat terdapat Tiga golongan ciri-ciri mental manusia Indonesia :
Ciri Mental Asli
Yaitu golongan petani yang merupakan golongan terbesar penduduk Indonesia. Golongan ini bermukim di daerah pedesaan dengan system nilai sosial budaya yang telah mendalam berabad-abad (terutama di pulau jawa) mentalitas petani ini masih tercermin pada penduduk kota yang dapat melepaskan dari pengaruh mentalitas petani.
Kerangka KLUCKHOLN mengenai mentalitas petani:

Hakikat hidup / Mentalitet priyai
Hakekat hidup Priyai memandang hakekat hidup buruk, masih kuat dipengaruhi konsep filsafat hindu dalam menghadapi kehidupan yang buruk itu biasa lari ke alam kebatinan.
Petani memandang bahwa hakikat hidup itu buruk, tetapi harus diikhtiarkan menjadi suatu hal yang baik dan menyenangkan. Jika mereka tidak dapat mengatasi hakikat hidup yang buruk mereka lari menyembunyikan diri kedalam kebatinan, menyerah (nerimo).

Hakikat karya
Sesuatu untuk mencapai kedudukan dan lambang - lambang. saat ini mental ini sangat terasa dalam bidang pendidikan yang diarahkan gelar akademik. Untuk gengsi sosial.
Yaitu memandang hakikat karya itu untuk hidup bukan kerja untuk memperbaiki kerja yang lebih lanjut. Memandang kerja untuk makan sehingga setelah kebutuhan makan tercapai mereka berhenti berusaha.

Persepsi waktu
Wawasan waktu ke masa silam, sejarah waktu lampau baik yang nyata maupun yang tidak nyata yang ada pada legenda atau mitologi.
Yaitu petani berorientasi pada hari ini (sekarang) tidak berorientasi pada hari esok dan hari yang akan datang.

Hubungan manusia dengan alam terjadi keselarasan alam dengan menyesuaikan diri dengan kondisi alam.
Beberapa pandangan bahwa manusia sebaiknya menyelaraskan diri nya dengan alam [ sama dengan petani] karena mereka ada yang berasal dari petani sehingga pengaruh mentalitet petani melekat pada mereka.
Hubungan antar manusia sesamanya lebih berorientasi keatas.
Taat ,patuh, dan mengabdi kepada atasan merupakan suatu kehormatan yang tinggi.

Historis Indonesia (-) 500 Tahun
1.      Ras Austro-Melanesoid
2.      Tingkat Meramu Sederhana
3.     P enyebaran Agama
4.   Penjajahan ( Dijajah Lama) Borguis
( Loss Generation) Instan


Ciri mental manusia indonesia sejak PD II

Mentalitas meremehkan mutu
Mentalitas suka menerabas
Tidak percaya kepada diri sendiri
Tidak berdisiplin murni
Mengabaikan tanggung jawab

Ciri mental manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis
Hipokritis atau munafik
Feodalisme
Masih percaya pada takhyul
Artistik

Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak sehingga mengalami ledakan penduduk atau sering disebut dengan over population tetapi dengan jumlah penduduk yang banyak tersebut tetap saja masih terdapat pulau-pulau yang kosong, hal tersebut disebabkan karena persebaran pendudukan yang kurang merata.
Dengan adanya persebaran penduduk yang tidak merata berimbas pada kualitas SDM yang kurang baik atau bahkan bisa dikatakan kurang pintar dalam menghadapi kehidupan yang sedang dialami bahkan yang akan datang pun akan terkesan tertinggal dengan bangsa yang lainnya.

Kualitas SDM yang rendah tersebut dapat terlihat pada sikap mental bangsa Indonesia yang masih percaya pada hal-hal yang bersifat takhayul dan mistis, misalnya saja kasus ponari. Selain itu perilaku mental masyarakat Indonesia pun semakin buruk, misalnya dengan makin maraknya kasus korupsi dikalangan para pejabat, meningkatnya kasus bunuh diri, guru yang menjual narkoba pada muridnya, dan wakil rakyat yang tidak mencerminkan sikap sebagai seorang wakil rakyat dengan menjadi pengedar narkoba.
Latar belakang terjadinya penurunan dalam sikap masyarakat Indonesia terjadi karena kehidupan masyarakat Indonesia yang terus berkembang , porsi kebutuhan manusia yang disediakan alam nilainya akan semakin kecil disisi manusia merupakan mahluk yang memiliki keterbatasan akan dirinya dan keterbatasan alam lingkungannya. Sehingga dengan akal budinya manusia berusaha mengimbangi pertumbuhan kehidupan dengan segala kebutuhannya dengan membudayakan sumber daya lingkungan dalam mengatasi hal itu tak jarang menimbulkan konfrontasi dengan kenyataan yang terbatas dalam dirinya dan alam lingkungannya.

Modernisasi
Merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebi h baik dan maju daripada sebelumnya,suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuaan zaman.
Maka dalam kehidupan modernisasi tercermin :


Alam fikiran rasional
Ekonomis
Efektif
Efisien
Menuju kehidupan yang makin produktif

Globalisasi
Adalah arus informasi dan komunikasi tanpa batas terhadap kehidupan masyarakat di dunia.

Global imfact
Adalah masyarakat yang mengalami anomi atau tidak mempunyai norma, heteronomi atau mempunyai banyak norma karena mempunyai prilaku yang heteronomi maka terjadi kompromisme sosial.

Kondisi yang mempengaruhi:
1.      Geografi
2.      Historis
3.      Sosial Budaya
4.      Sosial Ekonomi
5.      Sosial Politik
6.      Sosial Psikologi

Karakteristik Masyarakat Tradisional : Terikat pada kuatnya norma dalam sistem kekerabatan, Hidup dalam dunia yang tertutup, menggantungkan diri pada nasib, Takut / khawatir akan masuknya hal – hal baru, Alam dipandang sebagai hal yang dahsyat dan manusia tunduk kepadanya, Hidup berorientasi pada masa lalu, Gaya hidup pasif, Mobilitas masyarakat rendah.
Karakteristik Masyarakat Modern : Mengendurnya norma dalam sistem kekerabatan, Pola kehidupan lebih terbuka, nasib bisa dirubah, Hal – hal baru dipandang sebagai sesuatu yang masih menantang, Alam dipandang sebagai hal yang perlu dikuasai, Hidup berorientasi pada masa kini dan masa depan, Gaya hidup aktif dan inovatif dan Mobilitas masyarakat tinggi (Becoming Modern :Alex inkeles & David H.Smith, 1989)
Mentalitas Pembangunan Masyarakat Indonesia
1.      Nilai Budaya yang berorientasi ke masa depan, akan mendorong manusia untuk melihat dan merencanakan masa depan dengan lebih baik, lebih seksama,telit, berhati-hati, dan berhemat, untuk mengakumulasi modal untuk pembangunan.
2.      Sifat Hemat
3.      Eksplorasi dan eksploitasi yang terencana dan terukur
4.      Pandangan hidup yang menilai Achievement dari karya
5.      Kurang berorintasi Vertikal, Pede berarti bertanggung jawab
Melihat pengalaman program ini selama proses pendampingan nampak bahwa sebagian karakteristik di atas belum bisa sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat. Saat ini mereka masih dalam masa transisi menuju perubahan ke arah masyarakat yang lebih modern.
Ada beberapa karakteristik mental masyarakat yang menghambat proses pembangunan baik pada tingkat individu maupun komunal.
Menurut Koentjaraningrat karakteristik mental masyarakat yang menghambat adalah sebagai berikut :
Pandangan terhadap waktu, masih banyak manusia Indonesia yang berorientasi pada masa lalu. Dalam kegiatan program hal ini cukup dirasakan masih berkembang di masyarakat. Masyarakat masih berorientasi kepada masa lalu hal ini terlihat dari pemilihan maupun penunjukan posisi tertentu seperti kepala desa, kepala dusun maupun pengurus kelompok. Untuk posisi – posisi tersebut salah satu hal yang menjadi pedoman adalah bahwa yang bersangkutan harus merupakan seorang ‘keturunan’ bangsawan. Hal ini tidak akan menjadi masalah jika orang yang dipilih secara teknis mampu menjalankan tugasnya akan tetapi yang sering terjadi status bangsawan seringkali bukan merupakan cerminan kemampuan (dan mungkin juga kemauan) seseorang untuk mengembangkan masyarakatnya. Pandangan yang cenderung ‘menyamakan’ program dengan program – program terdahulu yang kurangberhasil juga seringkali menjadi hambatan tersendiri dalam kegiatan.
Pandangan terhadap sesama, pandangan yang lebih banyak didasarkan pada prinsip gotong royong, pada dasarnya baik. Namun dari beberapa kasus dan pengalaman dalam program ini seringkali keberhasilan seseorang dalam mengelola program cenderung diremehkan ( lihat kasus penggabungan kelompok) . Hal ini tentunya merupakan sikap yang lebih banyak merugikan kepentingan orang banyak, karena yang kemudian terjadi kegiatan akhirnya jadi surut.
Mentalitas suka menerabas, cenderung menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Dari beberapa kasus lapangan dalam program , hal ini masih cukup kelihatan dimana seringkali program dimanfaatkan untuk mencapai tujuan politis di tingkat desa, untuk menjatuhkan nama seseorang dll ( politisasi program, peran tokoh masyarakat, peran pemerintah setempat).
Tidak percaya diri sendiri,
Pada awal kegiatan, hal ini senantiasa muncul dan cukup dirasakan dalam proses pendampingan, biasanya masyarakat akan cenderung mengharapkan peran yang besar dari petugas atau pendamping. Dengan kondisi ini diperlukan sikap yang benar dari pendamping supaya rasa percaya diri masyarakat untuk merencanakan, mengelola dan melaksanakan kegiatan akan makin besar (meningkat).
Mentalitas yang berorientasi vertikal,
Sangat tergantung pada restu atasan dalam melakukan banyak hal sehingga mematikan inovasi dan kreatifitas .
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa perubahan mental masyarakat akan berlangsung dengan lebih cepat jika saja semua pihak benar-benar memiliki komitmen, kemampuan, ketrampilan dan sikap yang benar dalam membangun masyarakat.