LOCAL WISDOM
DI INDONESIA
I. PENGERTIAN LOCAL WISDOM
Kearifan Lokal atau sering disebut Local Wisdom adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika
yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis
(Keraf, 2002). Sedangkan menurut Gobyah, 2009 kearifan lokal didefinisikan
sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.
Dari kedua definisi tersebut maka local wisdom dapat diartikan sebagai
nilai yang dianggap baik dan benar yang berlangsung secara turun-temurun dan
dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai akibat dari adanya
interaksi antara manusia dengan lingkungannya.
II. BENTUK-BENTUK LOCAL WISDOM
Bentuk-bentuk
kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan,
adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Secara substansi kearifan
lokal dapat berupa aturan mengenai:
1. Kelembagaan
dan sanksi sosial;
2. Ketentuan
tentang pemanfaatan ruang dan perkiraan musim untuk bercocok tanam;
3. Pelestarian
dan perlindungan terhadap kawasan sensitif;
III. FUNGSI LOCAL WISDOM
Berikut adalah beberapa fungsi dari
local wisdom:
1. Untuk
konservasi dan pelestarian sumber daya alam;
2. Untuk
pengembangan suber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup.
3. Untuk
pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya uapacra-upacara suatu
adat tertentu.
4. Sebagai
petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.
IV. LOCAL WISDOM DI INDONESIA
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
17.508 pulau baik berpenghuni ataupun tidak berpunghuni, dilintasi garis
khatulistiwa, berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra
Pasifik dan Samudra Hindia. Wilayah yang cukup luas dengan keberagaman kekayaan
alam membuat Indonesia memilii beragam suku bangsa, beragam kepercayaan,
beragam adat istiadat, dan beragam kebuadayan yang semuanya bergabung menjadi
satu, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Kebudayaan yang beraneka ragam itu mempengaruhi kehidupan masyarakat
Indonesia, menjadi pedoman bagi mereka. Tiap daerah mempunyai kebudayaannya
masing-masing, mempunyai kebijakan dan kearifan yang berbeda-beda. Berikut
adalah beberapa kearifan yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia:
A. Tradisi Unik Ikan Dewa di
Cigugur Jawa Barat
Menurut sumber lisan masyarakat, keberadaan
ikan dewa tidak terlepas dari Rama Haji Irengan. Salah satu ulama yang
menyebarkan Islam di Kabupaten Kuningan
sekitar abad ke 15. Ia adalah seorang catrik (santri) yang belajar agama Islam
pada Sunan Gunung Djati di Cirebon. Rama Haji Irengan menyebarkan agama Islam di wilayah Kuningan sebelah selatan yang masih
memeluk agama Hindu-Budha. Saat penyebaran itu, Rama Haji Irengan membuat
balong (kolam) sebagai tanda masyarakatnya sudah Islam. Membuat kolam itu
dilakukannya dalam satu malam dan langsung ditanami ikan. Ikan itu lah yang
sampai sekarang disebut ikan dewa dan tidak boleh dimakan oleh siapa pun.
Jumlah ikan tersebut dari tahun
ke tahun tidak bertambah ataupun berkurangMenurut kepercayaan warga setempat,
apabila makan ikan dewa maka ia akan mati secara tragis. Nilai
kearifan lokal yang terdapat dari ikan dewa adalah sebagai berikut:
a. Dapat menyelamatkan populasi dari ikan dewa tersebut agar tidak punah,
karena mayarakat mau melestarikan ikan
dewa dan tidak mengonsumsinya.
b. Banyak
wisatawan yang ingin berkunjung ke Cigugur sekedar
ingin mengetahui ikan dewa, sehingga dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar.
B. Ritual Cembengan (Upacara
Kirab Manten Tebu)
Merupakan tradisi masyarakat
Tionghoa, yaitu Cing Bing. Cing Bing adalah tradisi ziarah yang
dilakukan oleh orang – orang Tionghoa yang bekerja di sebuah pabrik gula.
Masyarakat lokal menyebut tradisi ini Cing Bing-an, yang kemudian
populer dengan sebutan Cembengan, karena kata Cing Bing-an sulit
dilafalkan.
Upacara ini merupakan pernikahan
tebu laki – laki dan perempuan. Pengantin tebu ini sebelum dinikahkan diarak
keliling sekitar pabrik gula. Tebu yang dinikahkan juga diberi nama sebagai
simbol sesuai jenis kelaminnya.Tebu yang berwarna hitam sebagai simbol laki –
laki, sedangkan tebu yang berwarna kuning sebagai simbol perempuan.
Pemberian nama tebu dan menikahkan
tebu tersebut mengandung makna akan terbentuk keluarga yang damai sejahtera.
Makna lebih jauhnya adalah bentuk kerjasama yang baik antara perusahaan dan
petani tebu.
Pada arak – arakan ini disertakan
pula berbagai macam sesaji. Misalnya kepala kerbau, gagar mayang (bunga pohon
tebu), kembang telon (tiga jenis bunga), joli (terbuat dari bambu kertas hias),
berbagai jenis bubur, tumpeng, dan hasil bumi. Sesaji ini merupakan simbol
kekuatan untuk menolak bencana atau bala. Selesai diarak, dilakukan pembacaan
doa, kemudian aneka sesaji diletakkan
disejumlah tempat didalam pabrik terutama di deretan mesin giling.
C. Suku Dayak Losarang
Indramayu Jawa Barat
Suku Dayak Losarang Indramayu disebut juga Suku Dayak Hindu-Budha Bumi
Segandu Indramayu dan tidak ada kaitannya dengan Suku Dayak di Kalimantan.
Terbentuknya Suku Dayak adalah dari ketua Suku: Ki Takmad Diningrat yang
merupakan jawara silat yang dalam perjalanan silatnya terinspirasi untuk
mengajak kepada kebajikan
Suku Dayak Losarang Indramayu memiliki ciri-ciri memakai celana hitam
putih sebatas betis, berambut Gondrong, memakai kalung berbentuk garuda
yang memiliki arti bahwa mereka mengakui negara Indonesia dan Bhineka Tunggal
Ika, mata pencaharian berkebun sebagai upaya “back to nature” dan tidak memakan
daging, telur dan yang dari hewan, alasan : karena hewan juga butuh hidup.
Ajaran-ajaran yang terdapat di Suku Dayak Losarang antara lain :
a. “ngaji rasa
terhadap alam semesta” artinya menyatukan diri dengan alam.
b. Menempatkan
kaum perempuan pada posisi terhormat yaitu “Nyi Dewi Ratu” sebagai maha pemberi
hidup.
c.
Perempuan
memiliki derajat yang lebih tinggi dari laki2 sehingga membohongi istri adalah
dosa besar.
d. Setiap suami
harus mengabdi kepad istri dan anak.
Terdapat ritual yang masih dilakukan oeh Suku Dayak Losarang, yaitu:
a. Ritual Kungkum
Suku Dayak Losarang berkumpul di Pendapa lalu menyanyikan tembang pujian
yang langgamnya mirip nada2 tarling sebagai pemujaan terhadap Nyi Dewi
Sri.Lalu saling berebut air di kolam di dalam pendapa dan berharap
kesejahteraan hidup.
b. Ritual Pepe
Pada waktu tertentu para laki-laki tanpa sungkan menelantangkan tubuh
mereka di tempat terbuka berlantai semen. Mereka meyakini tidak setiap
orang siap melakoninya. Hal itu adalah salah satu yang harus dijalani
mereka dalamupaya melakukan “ngaji rasa terhadap alam
semesta” atau menyatu dengan alam .
c.
Ritual Persembahan
Setelah ritual persembahan, maka kungkum di rawa semalaman untuk belajar
ketahanan tubuh dan
kesabaran.
Nilai kearifan lokal yang dapat diambil dari ajaran Suku Dayak Losarang Indramayu
adalah sebagai berikut:
a. Mencintai
lingkungan karena upaya dalam berkebun dan “back to nature” serta berinteraksi
dengan alam dengan berbagai ritual yang mereka lakukan.
b. Menghargai
perbedaan dengan mengakui Bhineka Tunggal Ika dan bersosialisasi baik dengan
masyarakat lain.
c.
Kebersamaan
komunitas yang dapat menjadi erat karena seringnya melakukan ritual bersama.
d. Menghargai
perempuan sebagai kaum yang diistemewakan untuk disayangi.
D. Kampung Kuta Ciamis Jawa Berat
Kampung Kuta berada di wilayah
Kabupaten Ciamis, Kecamatan Tambaksari, tepatnya di dalam Desa Karangpaningal.
Kampung Kuta terdiri atas 2 RW dan 4 RT. Kampung Kuta adalah dusun adat yang
masih bertahan di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis.
Kampung adat ini dihuni masyarakat yang dilandasi kearifan lokal, dengan
memegang budaya pamali (tabu), untuk menjaga keseimbangan alam dan
terpeliharanya tatanan hidup bermasyarakat. Salah satu yang menonjol adalah
dalam hal pelestarian hutan, sekaligus mempertahankan kelestarian mata air dan
pohon aren untuk sumber kehidupan mereka.
Karena penghormatan yang tinggi
terhadap hutan, warga Kampung Kuta yang hendak masuk ke kawasan hutan tidak
pernah mengenakan alas kaki. Tujuannya agar hutan tersebut tidak tercemar dan
tetap lestari. Oleh karena itu, kayu-kayu besar masih terlihat kokoh di
Leuweung Gede. Selain itu, sumber air masih terjaga dengan baik.
Masyarakat kampung kuta masih memegang teguh
melestarikan budaya adat leluhurnya (karuhun), amanat leluhur yang masih
dipertahankan antara lain :
1. Rumah panggung yang harus beratap rumbia atau injuk dan tidak boleh permanent;
2. Bentuk rumah persegi dan tidak boleh berbentuk sikon;
3. Penduduk yang meninggal harus dimakamkan di luar Kmpung Kuta;
4. Boleh ketempat keramat selama hari senin dan jumat saja, di dalam tempat
keramat tidak boleh membawa barang-barang yang terdapat di hutan keramat
seperti ranting, daun, batang, pohon dan sebagainya;
5. Dihutan larangan tidak boleh meludah saat nyipuh, yaitu saat membasuh dari
air suci;
6. Tidak boleh menggunkan pakaian serba hitam, karena bisa menyamai penghuni
hutan.
Di Kampung Kuta Ciamis Jawa Berat terdapat upacara adat yang disebut nguyuh.
Upacara ini harus dilakukan di pinggir Sungai Cijolang yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Cilacap, Jateng dan merupakan suatu upacara ritual tradisional
Adat Kampung Kuta Kec. Tambaksari Kabupaten Ciamis yang selalu dilaksanakan
pada tanggal 25 shapar pada setiap tahunnya.
E. Tradisi Bau Nyale
Nyale atau disebut Bau Nyale di Lombok NTB, merupakan
upacara perburuan cacing laut untuk menyambut Pasola. Acara ini diselenggrakan
sekitar bulan Februari dan Maret. Nyale merupakan cacing Polychaeta yang
biasanya hidup di dasar sedimen. Dan jenis ini memiliki ciri akan berenang ke
permukaan air laut atau muara sekali setahun untuk berkembang biak. Polychaeta memilki
peran penting dalam ekosistem laut karena mereka merupakan predator dan
scavenger, sekaligus merupakan makanan bagi ikan dan udang.
Polychaeta adalah kelas cacing annelida yang umumnya hidup di air. Polychaeta ada
di hampir semua perairan. Kemunculannya ke permukaan air laut setahun sekali
ditentukan oleh kematangan seksualnya, yang tentunya berbeda pada tiap daerah
perairan. Saat berkembang biaknya terjadi, biasanya, pada masa menjelang bulan
mati, dan dipengaruhi intensitas cahaya bulan dan suhu air laut. Polychaeta memiliki
kelamin terpisah. Perkembangbiakannya dilakukan dengan cara seksual.
Pembuahannya dilakukan di luar tubuh. Telur yang telah dibuahi tumbuh menjadi
larva yang disebut trakofora.
Nilai kearifan lokal dari tradisi bau nyale adalah adanya aturan untuk
membatasi pengambilan nyale tersebut. Selain itu nyale yang masih kecil tidak
boleh diambil dan biasanya nyale yang belum dewasa berada di dasar laut dan
tidak muncul ke permkaan. Nyale
dimafaatkan untuk makanan bagi penduduk setempat. Biasanya di masak dengan
santan. Atau di goreng seperti teri.
F. Tradisi Penduduk Desa
Trunyan, Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali
Masyarakat Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, kabupaten Bangli, Bali
memiliki tradisi upacara kematian yang tidak sama dengan masyarakat Bali
umumnya yang membakar jenazah atau ngaben, di desa ini jenazah diperlakukan
dengan Mepasah, yaitu sebuah tradisi yang memperlakukan mayat hanya
dibaringkan dengan wajah terbuka dan dibalut kain putih ditutupi dengan ancak
saji, sejenis anyaman bambu membentuk semacam kerucut untuk memagari jenazah,
dibawah sebuah pohon yang bernama pohon Taru Menyan. Anehnya, mayat itu tak
akan mengeluarkan bau busuk walaupun sudah disana selama berbulan-bulan.
Local wisdom penduduk desa Trunyan, secara tidak langsung dapat menjaga
keseimbangan lingkungan.Karena mereka menjaga keaslian tempat yang
diyakini “mistis” tersebut dengan tidak memperbolehkan penebangan pohon Taru
Menyan. Dengan demikian, peran Kearifan Lokal Masyarakat yang berbudiluhur
dalam sosial bermasyarakat sangat penting, dimana kehidupan sosial masyarakat
itu sendiri mampu menciptakan adat dan budaya melalui daya-cipta-rasa dan karsa
yang diwariskan secara turun-temurun untuk menjaga kelestarian alam dan
lingkungannya dengan berpedoman pada nilai-nilai moral dalam pikiran dan
tingkahlakunya dengan baik dan dapat menempatkan dirinya di dalam lingkungannya
dengan belandaskan pada norma-norma yang berlaku sehingga mempunyai manfaat
bagi kesejahteraan alam dan lingkungannya.
Itulah beberapa lokal wisdom yang terdapat di Indonesia. Melalui lokal
wisdom kita dapat mencegah kerusakan-kerusakan alam dan berbagai akibat yang
menyertainya. Pelestarian dan pemanfaatan alam yang baik dan tepat guna mampu
menjaga keseimbangannya. Ambil apa yang hanya kita butuhkan dan perlukan tanpa
berlebihan, lalu berikan apa yang menjadi haknya, adalah pelestarian. “Hargailah
alam seperti kita menghargai diri kita, niscaya keseimbangan akan terjaga.”